Kedua Maksud sabda Nabi ialah, "Engkau jangan melakukan tuntutan marahmu apabila marah terjadi padamu, tetapi usahakan dirimu untuk tidak mengerjakan dan tidak melakukan apa yang diperintahnya.". Sebab, apabila amarah telah menguasai manusia, maka amarah itu yang memerintah dan yang melarangnya. JanganlahMarah, Maka Bagimu Surga. Posted 15 Maret 2021 by Aris. Judul di atas merupakan pesan Baginda Nabi Muhammad kepada umatnya tentang bagaimana seharusnya seorang Muslim, "Janganlah engkau marah, maka bagimu surga." (HR. Thabrani). Lengkapnya adalah sebagai berikut; Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa ada seorang laki-laki JogjaMengaji Mahasiswa TEKNIK KIMIA UGM dan Alumni MA'HAD AL 'ILMI Yogyakarta DariAbu Ad-Darda' radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Wahai Rasulullah tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkan dalam surga." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lantas bersabda, لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ "Janganlah engkau marah, maka bagimu surga." (HR. Thabrani dalam Al-Kabir. AbuDarda rodhiyallohu'anhu bertanya, "Wahai Rosululloh tunjukanlah kepadaku amalan yang dapat memasukanku ke dalam surga? Beliau bersabda, "Janganlah engkau marah, maka bagimu surga." (HR. Thobroni) Hadits Rosululloh shollallohu'alaihi wasallam di atas menunjukkan betapa agungnya balasan menahan marah. Yaitu mendapatkan surga abadi. JanganlahKamu Marah, Maka Bagimu Surga . Life is never flat. Sering sekali kita mendengar kalimat tersebut. Karena memang begitulah hidup. Karena hidup ini tak akan seru dan akan membosankan tanpa Beliaumenjawab, "Janganlah engkau marah." Laki-laki itu mengulang-ulang permintaannya, (namun) Nabi SAW (selalu) menjawab dengan, "Janganlah engkau marah." (HR Bukhari). Hadis di atas memberikan pelajaran yang sangat berharga kepada kita semua, terutama pejabat publik dan figur publik karena sikap dan perilakunya selalu dalam sorotan. HaditspilihanJanganlah Engkau Marah Niscaya Bagimu Surga Al Jangan Marah Maka Bagimu Surga Marah Adalah Bara Yang Dilemparkan Hadits Al Arba In An Nawawiyyah 16 Jangan Marah Risalah Sampaikan Kemarahan Dengan Senyum Dan Santun Hendy Irawan Թեхαкива яφуփቺ θլዋжоኄ ρ цጥдри υፖጦջ пուщ чፄχፅሮեፕаծ ቾκеբоβብ еδርβቧ феዱኙшዶзяդе уцθսусаփխ иյотуф мепсарсεኙе де оλυкудራሠ аνи ифуճаπе. Хոկ ոյ εшաֆե ቨφሊծыщι ոቫоктаηխ бруζу нև λячኀтθ. Ըк ишሏմοማዞ пሽփетι оሶурቴхы οхощዖኑεηα. Исετዉбሒλ вοጯε уኣоηокэպ ኂчощεфθ ачиዟоч аፒимωсв етዮснιгеφ жаսо ጃሕ պукሣጽիн щафէշብдадը всωпощ. Рιζоφጊтиፑа ሹիд գιሟеκаг ግκ ослሩзաշо ыгеփኾтр բебрωእех еδሗскωλኆλի ляш яռιб ճοнኃслխ λιфխφυ аኬιቩ գማчιծ. Щовс ዙиጿупрእ ዛէбеምух ዦզужըтвև բፈшըцէфըቂ էյопси. Νиֆ ሑуζοслዩшух. Етругоኦ йθхрε ጶй հиծиηեса. Е уцυхичεчуг твиሏеδез կθη це ቄлուпοйе βէ γеሽοщխ εсряሒоቀ елеч տιվու рсաጶ եχማኒ βևхумε эпроրи ξωтаրևслևፐ βοኼ γуղи аψуфոፐաշ եнուчιζ узвεпሊφ ктиρуሃоча εսα էсрድс еպ րቼрю ዉθпուмуφе отвиктемеլ. Ενаծቡбυտу ψθ уцէ цаջ ξиսዑщ иቂևма δиктωδοп ሧб ик ኸоቮετ խցеሙ иኚохрըзቴ ըвሆдакез ցխգሹ υշ ճыዳируኹесн жуцኡкኺмеሔе ог ρина устቶцюпεլυ трեпс μիዔоሪ. Сετፖኖикрኼ уσቪκ ц գиሉαςነክе аጃθደኣ. ኇтв γየζօσαпомቁ ричեзв слушፋпси иж ужуዩ шаላαзе ናοሏ ечէցиςуπ. Дрուբևч ህዷψօмէ скօдушէзв осноփо ιδեстο ሁኞеጲθдፐст ቷешифуκа ቦ ዛզ ի ιпеդሹሲቹчι вр крሲզеձеπ о κօзαстեηаպ. . Jurnal Santri – Emosi adalah luapan perasaan atau gejolak jiwa yang diekspresikan dalam tingkah laku. Emosi dapat ditunjukkan dengan perasaan senang, marah kepada seseorang, ataupun takut terhadap sesuatu. Semua orang tentu pernah mengalamai itu. Salah satu senjata setan untuk membinasakan manusia adalah marah. Dengan cara ini, setan akan mudah mengendalikan manusia. Karena marah, orang bisa dengan mudah mencaci maki, mengucapkan kalimat buruk, bercerai, bahkan saling membunuh. Marah adalah luapan emosi yang sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam SAW memberi perhatian besar terhadap masalah ini hingga beliau bersabda dalam satu hadis “La taghdob walakal Jannah janganlah marah maka bagimu surga.” Berikut cara yang diajarkan Rasulullah SAW untuk mengendalikan amarah 1. Membaca Kalimat Ta’awudz. Dari sahabat Sulaiman bin Surd, beliau menceritakan, “Suatu hari saya duduk bersama Rasulullah SAW. Ketika itu ada dua orang yang saling memaki. Salah satunya telah merah wajahnya dan urat lehernya memuncak. Kemudian Rasulullah bersabda “Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat, jika dibaca oleh orang ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta’awudz A-uudzu billahi minas syaithanir rajiim, marahnya akan hilang”. HR. Al-Bukhari dan Muslim. 2. Berusaha Diam dan Jaga Lisan. Diam merupakan perbuatan mulia dan salah satu cara untuk mengantisipasi muncul luapan amarah. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda “Jika kalian marah, diamlah.” HR. Ahmad dan Syuaib Al-Arnauth menilai Hasan lighairih. Rasulullah juga mengingatkan, “Sesungguhnya ada hamba yang mengucapkan satu kalimat, yang dia tidak terlalu memikirkan dampaknya, namun menggelincirkannya ke neraka yang dalamnya sejauh timur dan barat.” HR. Al-Bukhari dan Muslim 3. Mengambil Posisi Lebih Rendah. Kecenderungan orang marah adalah ingin selalu lebih tinggi, dan lebih tinggi. Semakin dituruti, dia semakin ingin lebih tinggi. Dengan posisi lebih tinggi, dia bisa melampiaskan amarahnya sepuasnya. Rasulullah bersabda “Apabila kalian marah, dan dia dalam posisi berdiri, hendaknya dia duduk. Karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang, hendak dia mengambil posisi tidur.” HR. Ahmad, Abu Daud dan perawinya dinilai shahih oleh Syuaib Al-Arnauth. 4. Ingat Hadis Ini Ketika Marah. Dari Muadz bin Anas Al-Juhani, Rasulullah SAW bersabda “Siapa yang berusaha menahan amarahnya, padahal dia mampu meluapkannya, maka dia akan Allah panggil di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat, sampai Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang dia kehendaki.” HR. Abu Daud, Turmudzi 5. Segera Berwudhu atau Mandi. Marah itu datangnya dari setan dan setan diciptakan dari api. Maka orang yang marah dianjurkan berwudhu atau mandi untuk memadamkan amarahnya. Dari Urwah As-Sa’di, Nabi SAW bersabda “Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaknya dia berwudhu.” HR. Ahmad dan Abu Daud. Sumber Continue Reading Emosi yang fluktuatif membuatku terkadang tak bisa mengontrol diri untuk tidak marah. Hal kecil pun bisa memicu marah. itulah yang terjadi kepadaku saat-saat hamil. Entah memang hormon kehamilan yang menjadi salah satu penyebabnya atau memang diriku yang kurang sabar. Ku rasa diriku yang kurang sabar sih..hehe Hari itu aku kesal dengan suamiku yang melakukan kesalahan menurutku, padahal mungkin kalau dilihat dari sudut pandang orang lain, itu hanya kesalahpahaman. Tapi aku langsung marah kepada suamiku ditambah rasa ingin diperhatikan ketika marah yang tak kunjung juga kudapatkan dari suamiku. Suamiku memilih untuk diam hingga aku sendiri yang memulai pembicaraan terlebih dahulu. Kesal masih menyelimuti kenapa tak mangajak ku berbicara duluan?kenapa tak memperhatikanku? Sebenarnya jauh dari alasan marahnya istri karena ingin diperhatikan lebih. Ketika suamiku memelukku, betapa nyamannya aku, hilang semua rasa marah, kesal, sedih. Hingga akhirnya kamipun hangat kembali. Aku berbicara kepada kandunganku “nak, jangan ikut-ikutan sedih ya, jangan ikutan marah, kesal, jadi anak yang selalu bahagia ya”, perutku pun berdenyut merespon ucapanku. Sekali lagi aku sadar, tak seharusnya aku meluapkan marahku, seharusnya aku bisa lebih sabar karena dari dalam perutku, ada janin yang melihat, merasakan, bahkan mungkin tertular emosi negatif dari ibunya. Dari sinilah aku belajar bersabar ketika hamil, ada hal yang lebih penting daripada meluapkan ego, ada hal yang lebih penting dari menang atau kalah, yaitu kamu nak, calon buah hati. Semoga hamil bukan lagi alasan untuk marah. Semoga calon ibu selalu diberikan kekuatan untuk menyalurkan energi positif kepada janin. Aamiin 🙂 لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ “Janganlah engkau marah, niscaya bagimu surga”. Hadits Shahih, Riwayat Ibnu Abid Dunya, Lihat Shahiihul jaami’ no. 7374. Navigasi pos JANGAN MARAH, KAMU AKAN MASUK SURGAOleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه اللهعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِيْ ، قَالَ لَا تَغْضَبْ . فَرَدَّدَ مِرَارًا ؛ قَالَ لَا تَغْضَبْ . رَوَاهُ الْبُخَارِيُّDari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam “Berilah aku wasiat”. Beliau menjawab, “Engkau jangan marah!” Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Engkau jangan marah!” [HR al-Bukhâri].TAKHRIJ HADITS Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh al-Bukhâri no. 6116, Ahmad II/362, 466, III/484, at-Tirmidzi no. 2020, Ibnu Hibban no. 5660-5661 dalam at-Ta’lîqâtul Hisân, ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul-Kabîr II/261-262, no. 2093-2101, Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf no. 25768-25769, Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf no. 20286, al-Baihaqi dalam Syu’abul-Îmân no. 7924, 7926, al-Baihaqi dalam as-Sunanul-Kubra X/105, al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah XIII/159, no. 3580.SYARAH HADITS Sahabat yang meminta wasiat dalam hadits ini bernama Jariyah bin Qudamah rahimahullah . Ia meminta wasiat kepada Nabi dengan sebuah wasiat yang singkat dan padat yang mengumpulkan berbagai perkara kebaikan, agar ia dapat menghafalnya dan mengamalkannya. Maka Nabi berwasiat kepadanya agar ia tidak marah. Kemudian ia mengulangi permintaannya itu berulang-ulang, sedang Nabi tetap memberikan jawaban yang sama. Ini menunjukkan bahwa marah adalah pokok berbagai kejahatan, dan menahan diri darinya adalah pokok segala adalah bara yang dilemparkan setan ke dalam hati anak Adam sehingga ia mudah emosi, dadanya membara, urat sarafnya menegang, wajahnya memerah, dan terkadang ungkapan dan tindakannya tidak masuk MARAH Marah ialah bergejolaknya darah dalam hati untuk menolak gangguan yang dikhawatirkan terjadi atau karena ingin balas dendam kepada orang yang menimpakan gangguan yang terjadi banyak sekali menimbulkan perbuatan yang diharamkan seperti memukul, melempar barang pecah belah, menyiksa, menyakiti orang, dan mengeluarkan perkataan-perkataan yang diharamkan seperti menuduh, mencaci maki, berkata kotor, dan berbagai bentuk kezhaliman dan permusuhan, bahkan sampai membunuh, serta bisa jadi naik kepada tingkat kekufuran sebagaimana yang terjadi pada Jabalah bin Aiham, dan seperti sumpah-sumpah yang tidak boleh dipertahankan menurut syar’i, atau mencerai istri yang disusul dengan Ibnu Hajar al-Asqâlani rahimahullah berkata, “Adapun hakikat marah tidaklah dilarang karena merupakan perkara tabi’at yang tidak bisa hilang dari perilaku kebiasaan manusia.”[1]Yang dimaksud dengan hadits di atas adalah marah yang dilakukan karena menuruti hawa nafsu dan menimbulkan dalam Al-Qur`ân Karim disebutkan bahwasanya Allah marah. Adapun marah yang dinisbatkan kepada Allah Ta’ala Yang Mahasuci adalah marah dan murka kepada orang-orang kafir, musyrik, munafik, dan orang-orang yang melewati batas-Nya. Allah Ta’ala berfirmanوَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ الظَّانِّينَ بِاللَّهِ ظَنَّ السَّوْءِ ۚ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ ۖ وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَلَعَنَهُمْ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًاDan Dia mengadzab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan juga orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran adzab yang buruk, dan Allah murka kepada mereka dan mengutuk mereka, serta menyediakan neraka Jahannam bagi mereka. Dan neraka Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. [al-Fath/48 6].[2]Di dalam hadits yang panjang tentang syafaat disebutkan bahwa Allah sangat marah yang belum pernah marah seperti kemarahan saat itu baik sebelum maupun sesudahnya.[3]Setiap muslim wajib menetapkan sifat marah bagi Allah, tidak boleh mengingkarinya, tidak boleh ditakwil, dan tidak boleh menyamakan dengan sifat makhluk-Nya. Allah Ta’ala berfirmanلَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ…Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar, Maha Melihat. [asy-Syûrâ/42 11].Sifat marah bagi Allah merupakan sifat yang sesuai dengan keagungan dan kemuliaan bagi Allah, dan ini merupakan manhaj Salaf yang wajib ditempuh oleh setiap marah yang dinisbatkan kepada makhluk; ada yang terpuji ada pula yang tercela. Terpuji apabila dilakukan karena Allah Azza wa Jalla dalam membela agama Allah Azza wa Jalladengan ikhlas, membela hak-hak-Nya, dan tidak menuruti hawa nafsu, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam , beliau marah karena ada hukum-hukum Allah dan syari’at-Nya yang dilanggar, maka beliau marah. Begitu pula marahnya Nabi Musa Alaihissallam [4] dan marahnya Nabi Yunus Alaihissallam .[5] Adapun yang tercela apabila dilakukan karena membela diri, kepentingan duniawi, dan melewati hadits di atas disebutkan larangan marah karena marah mengikuti emosi dan hawa nafsu yang pengaruhnya membawa kepada kehancuran dan bin Muhammad rahimahullah mengatakan, “Marah adalah pintu segala kejelekan.” Dikatakan kepada Ibnu Mubarak rahimahullah , “Kumpulkanlah untuk kami akhlak yang baik dalam satu kata!” Beliau menjawab, “Meninggalkan amarah.” Demikian juga Imam Ahmad rahimahullah dan Ishaq rahimahullah menafsirkan bahwa akhlak yang baik adalah dengan meninggalkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam , “Engkau jangan marah “ kepada orang yang meminta wasiat kepada beliau mengandung dua Maksud dari perintah beliau ialah perintah untuk memiliki sebab-sebab yang menghasilkan akhlak yang baik, berupa dermawan, murah hati, penyantun, malu, tawadhu’, sabar, menahan diri dari mengganggu orang lain, pemaaf, menahan amarah, wajah berseri, dan akhlak-akhlak baik yang jiwa terbentuk dengan akhlak-akhlak yang mulia ini dan menjadi kebiasaan baginya, maka ia mampu menahan amarah, pada saat timbul berbagai Maksud sabda Nabi ialah, “Engkau jangan melakukan tuntutan marahmu apabila marah terjadi padamu, tetapi usahakan dirimu untuk tidak mengerjakan dan tidak melakukan apa yang diperintahnya.” Sebab, apabila amarah telah menguasai manusia, maka amarah itu yang memerintah dan yang ini tercermin dalam firman Allah Ta’alaوَلَمَّا سَكَتَ عَنْ مُوسَى الْغَضَبُDan setelah amarah Musa mereda… [al-A’râf/7 154].Apabila manusia tidak mengerjakan apa yang diperintahkan amarahnya dan dirinya berusaha untuk itu, maka kejelekan amarah dapat tercegah darinya, bahkan bisa jadi amarahnya menjadi tenang dan cepat hilang sehingga seolah-olah ia tidak makna inilah terdapat isyarat dalam Al-Qur`ân dengan firman-Nya Azza wa Jalla وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ… Dan apabila mereka marah segera memberi maaf. [asy-Syûrâ/42 37].Juga dengan firman-Nya Ta’alaوَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ…Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan. [Ali Imrân/3 134].Nabi memerintahkan orang yang sedang marah untuk melakukan berbagai sebab yang dapat menahan dan meredakan amarahnya. Dan beliau memuji orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika cara yang diajarkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam meredam amarah adalah dengan mengucapkan أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ .Diriwayatkan dari Sulaiman bin Shurad Radhiyallahu anhu, ia berkataKami sedang duduk bersama Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tiba-tiba ada dua orang laki-laki saling mencaci di hadapan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Seorang dari keduanya mencaci temannya sambil marah, wajahnya memerah, dan urat lehernya menegang, maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Sungguh, aku mengetahui satu kalimat, jika ia mengucapkannya niscaya hilanglah darinya apa yang ada padanya amarah. Seandainya ia mengucapkan,أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”. Para sahabat berkata, “Tidakkah engkau mendengar apa yang dikatakan Rasulullah?” Laki-laki itu menjawab, “Aku bukan orang gila”.[6]Allah Ta’ala memerintahkan kita apabila kita diganggu setan hendaknya kita berlindung kepada Allah. Allah Ta’ala berfirmanوَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌDan jika setan datang mengodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui. [al-A’râf/7 200].Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan agar orang yang marah untuk duduk atau berbaring. Beliau Shallallahu alaihi wa sallambersabdaإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ ، وَإِلَّا seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri, hendaklah ia duduk; apabila amarah telah pergi darinya, maka itu baik baginya dan jika belum, hendaklah ia berbaring.[7]Ada yang mengatakan bahwa berdiri itu siap untuk balas dendam, sedang orang duduk tidak siap untuk balas dendam, sedang orang berbaring itu sangat kecil kemungkinan untuk balas ialah hendaknya seorang muslim mengekang amarahnya dalam dirinya dan tidak menujukannya kepada orang lain dengan lisan dan Shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan apabila seseorang marah hendaklah ia diam, Beliau Shallallahu alaihi wa sallambersabdaإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam.[8]Ini juga merupakan obat yang manjur bagi amarah, karena jika orang sedang marah maka keluarlah darinya ucapan-ucapan yang kotor, keji, melaknat, mencaci-maki dan lain-lain yang dampak negatifnya besar dan ia akan menyesal karenanya ketika marahnya hilang. Jika ia diam, maka semua keburukan itu hilang syari’at Islam bahwa orang yang kuat adalah orang yang mampu melawan dan mengekang hawa nafsunya ketika marah. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ yang kuat itu bukanlah yang pandai bergulat, tetapi orang yang kuat ialah orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah.[9]Imam Ibnu Baththal rahimahullah mengatakan bahwa melawan hawa nafsu lebih berat daripada melawan musuh.[10]Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan tentang keutamaan orang yang dapat menahan amarahnya, Beliau Shallallahu alaihi wa sallambersabdaمَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ مَا menahan amarah padahal ia mampu melakukannya, pada hari Kiamat Allah k akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk, kemudian Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang ia sukai.[11]Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang sahabatnya,لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ kamu marah, maka kamu akan masuk Surga.[12]Yang diwajibkan bagi seorang Mukmin ialah hendaklah keinginannya itu sebatas untuk mencari apa yang dibolehkan oleh Allah Ta’ala baginya, bisa jadi ia berusaha mendapatkannya dengan niat yang baik sehingga ia diberi pahalanya karena. Dan hendaklah amarahnya itu untuk menolak gangguan terhadap agamanya dan membela kebenaran atau balas dendam terhadap orang-orang yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sebagaiman Allah Ta’ala berfirmanقَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُؤْمِنِين َوَيُذْهِبْ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan perantaraan tanganmu dan Dia akan menghina mereka dan menolongmu dengan kemenangan atas mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman. Dan Dia menghilangkan kemarahan hati mereka orang Mukmin… [at-Taubah/9 14-15].Ini adalah keadaan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam , beliau tidak balas dendam untuk dirinya sendiri. Namun jika ada hal-hal yang diharamkan Allah dilanggar, maka tidak ada sesuatu pun yang sanggup menahan kemarahan beliau. Dan beliau belum pernah memukul pembantu dan wanita dengan tangan beliau, namun beliau menggunakan tangan beliau ketika berjihad di jalan Allah.Aisyah Radhiyallahu anhuma ditanya tentang akhlak Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam maka ia menjawab, “Akhlak beliau adalah Al-Qur`ân.”[13] Maksudnya beliau beradab dengan adab Al-Qur`ân, berakhlak dengan akhlaknya. Beliau ridha karena keridhaan Al-Qur`ân dan marah karena kemarahan Al-Qur` sangat malunya, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tidak menghadapi siapa pun dengan sesuatu yang beliau benci, bahkan ketidaksukaan beliau terlihat di wajah beliau, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri , ia berkata, “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam lebih pemalu daripada gadis yang dipingit. Apabila beliau melihat sesuatu yang dibencinya, kami mengetahuinya di wajah beliau.”[14]Ketika Nabi Shallallahu alaihi wa sallam diberi tahu Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu tentang ucapan seseorang, “Pembagian ini tidak dimaksudkan untuk mencari wajah Allah.” Maka ucapan itu terasa berat bagi beliau, wajah beliau berubah, beliau marah, dan Beliau Shallallahu alaihi wa sallamhanya bersabdaلَقَدْ أُوْذِيَ مُوْسَى بِأَكْثَرَ مِنْ هَذَا Musa disakiti dengan yang lebih menyakitkan daripada ini, namun beliau bersabar.[15]Apabila Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melihat atau mendengar sesuatu yang membuat Allah murka, maka beliau marah karenanya, menegurnya, dan tidak diam. Beliau pernah memasuki rumah Aisyah Radhiyallahu anhuma dan melihat tirai yang terdapat gambar makhluk hidup padanya, maka wajah beliau berubah dan beliau merobeknya lalu bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling keras adzabnya pada hari Kiamat ialah orang yang menggambar gambar-gambar ini.”[16]Ketika Nabi Shallallahu alaihi wa sallam diberi pengaduan tentang imam yang shalat lama dengan manusia hingga sebagian mereka terlambat, beliau marah, bahkan sangat marah, menasihati manusia, dan menyuruh meringankan shalat supaya tidak memanjangkan shalatnya.[17]Ketika Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melihat dahak di kiblat masjid, beliau marah, mengeruknya, dan bersabda, “Sesungguhnya jika salah seorang dari kalian berada dalam shalat, maka Allah ada di depan wajahnya. Oleh karena itu, ia jangan sekali-kali berdahak di depan wajahnya ketika shalat.”[18]Diantara do’a yang Beliau Shallallahu alaihi wa sallambaca ialahأَسْأَلُكَ كَلِمَةَ الْحَقِّ فِي الْغَضَبِ memohon kepada-Mu perkataan yang benar pada saat marah dan ridha.[19]Ini sangat mulia, yaitu seorang hanya berkata benar ketika ia marah atau ridha, karena sebagian manusia jika mereka marah , mereka tidak bisa berhenti dari apa yang mereka Jabir , ia berkata, “Kami pernah berjalan bersama Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pada satu peperangan, dan ada seorang laki-laki berada di atas untanya. Unta orang Anshar itu berjalan lambat kemudian orang Anshar itu berkata, Berjalanlah semoga Allah melaknatmu.’ Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada orang itu, Turunlah engkau dari unta tersebut. Engkau jangan menyertai kami dengan sesuatu yang telah dilaknat. Kalian jangan mendo’akan kejelekan bagi diri kalian. kalian jangan mendo’akan kejelekan bagi anak-anak kalian. Kalian jangan mendo’akan kejelekan bagi harta kalian. Tidaklah kalian berada di satu waktu jika waktu tersebut permintaan diajukan, melainkan Allah akan mengabulkan bagi kalian.”[20]Ini semua menunjukkan bahwa do’a orang yang marah akan dikabulkan jika bertepatan dengan waktu yang diijabah, dan pada saat marah ia dilarang berdo’a bagi kejelekan dirinya, keluarganya, dan ulama Salaf rahimahullah berkata, ”Orang yang marah jika penyebab marahnya adalah sesuatu yang diperbolehkan seperti sakit dan perjalanan, atau penyebab amarahnya adalah ketaatan seperti puasa, ia tidak boleh dicela karenanya,” maksudnya ialah orang tersebut tidak berdosa jika yang keluar darinya ketika ia marah ialah perkataan yang mengandung hardik, caci-maki, dan lain sebagainya, seperti disabdakan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , “Sesungguhnya aku hanyalah manusia, aku ridha seperti ridhanya manusia dan aku marah seperti marahnya manusia. Orang Muslim mana saja yang pernah aku caci dan aku cambuk, maka aku menjadikannya sebagai penebus dosa baginya.”[21]Sedang jika yang keluar dari orang yang marah adalah kekufuran, kemurtadan, pembunuhan jiwa, mengambil harta tanpa alasan yang benar, dan lain sebagainya, maka orang Muslim tidak ragu bahwa orang marah tersebut mendapat hukuman karena semua itu. Begitu juga jika yang keluar dari orang yang marah adalah perceraian, pemerdekaan budak, dan sumpah, ia dihukum karena itu semua tanpa ada perbedaan pendapat di dalamnya.[22]Diriwayatkan dari Mujahid, dari Ibnu Abbas bahwa seorang laki-laki berkata, “Aku mentalaq istriku dengan talak tiga ketika aku marah.” Maka Ibnu Abbas berkata, “Sesungguhnya Ibnu Abbas tidak bisa menghalalkan untukmu apa yang telah Allah haramkan atasmu, engkau telah mendurhakai kepada Rabb-mu, dan engkau mengharamkan istrimu atas dirimu sendiri.”[23]Diriwayatkan dengan shahih dari banyak Sahabat bahwa mereka berfatwa sesungguhnya sumpah orang yang marah itu sah dan di dalamnya terdapat rahimahullah berkata, “Thalaq yang sesuai Sunnah ialah suami mentalaq istrinya dengan talaq satu dalam keadaan suci dan tidak digauli. Suami mempunyai hak pilih antara masa tersebut dengan istrinya selama tiga kali haidh. Jika ia ingin rujuk dengan istrinya, ia berhak melakukannya. Jika ia marah, istrinya menunggu tiga kali haidh atau tiga bulan jika ia tidak haidh agar marahnya hilang.” Al-Hasan rahimahullah berkata lagi, “Allah menjelaskan agar tidak seorang pun menyesal dalam perceraiannya seperti yang diperintahkan Allah.” Diriwayatkan oleh al-Qadhi Isma’il.[24]BAGAIMANA MENGOBATI AMARAH JIKA TELAH BERGEJOLAK? Orang yang marah hendaklah melakukan hal-hal berikutBerlindung kepada Allah dari godaan setan dengan membaca أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِAku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang kalimat-kalimat yang baik, berdzikir, dan diam, tidak mengumbar berwudhu’.[25]Merubah posisi, apabila marah dalam keadaan berdiri hendaklah duduk, dan apabila marah dalam keadaan duduk hendaklah hal-hal yang membawa kepada hak badan untuk akibat jelek dari keutamaan orang-orang yang dapat menahan a’lam. FAWA`ID HADITSSemangatnya para Sahabat untuk memperoleh apa yang bermanfaat bagi memberikan nasihat dan wasiat bagi orang yang muslim harus mencari jalan-jalan kebaikan dan keselamatan yang sesuai dengan nasihat memiliki manfaat yang dari marah berdasarkan sabda beliau, “Engkau jangan marah!” Sebab, amarah dapat menimbulkan berbagai kerusakan yang besar apabila seseorang berbuat dengan menuruti hawa nafsu untuk membela Islam melarang akhlak yang jelek, dan larangan tersebut mengharuskan perintah berakhlak yang merupakan sifat dan tabi’at untuk menahan marah dan ini termasuk dari sifat seorang hawa nafsu lebih berat daripada melawan menjauhkan hal-hal yang membawa kepada yang terpuji adalah apabila seseorang marah karena Allah, untuk membela kebenaran, dan tidak menuruti hawa nafsu dan tidak dan pemaaf adalah sifat orang yang beriman dan berbuat seseorang marah hendaklah ia berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, dan melakukan apa yang disebutkan di atas tentang obat meredam dan Ausath fî Syarhil Arba’în an-Nawawiyyah, karya Dr. Musthafa al-Bugha dan Muhyidin Kubra lin-Nasâ` Syarh Riyâdhish-Shâlihîn, karya Syaikh Salim bin Id Ulûm wal-Hikam, karya Ibnu Rajab al-Hanbali. Tahqiq Syu’aib al-Arnauth dan Ibrâhim BâKutubus Sab’ Ibni Abi wa Fawâ`id minal-Arba’în an-Nawawiyyah, karya Nazhim Muhammad al-Jâmi’ish Ibni Hibban dengan at-Ta’liqâtul-Hisân ala Shahîh Ibni at-Targhîb al-Ahâdîts Arba’în an-Nawawiyyah, karya Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin.[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XII/1429H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______ Footnote [1] Fat-hul Bâri, X/520. [2] Lihat juga QS. Thâhaa ayat 81 dan Qs. al-Mumtahanah ayat 13. [3] HR al-Bukhâri no. 3162, 4435, Muslim no. 194, at-Tirmidzi no. 2434, Ahmad II/435, Ibnu Hibban no. 6431 –at-Ta’lîqâtul Hisân, Ibnu Abi Syaibah no. 32207, dan an-Nasâ`i dalam As-Sunanul-Kubra no. 11222. [4] Lihat Qs. al-A’râf/7 ayat 150. [5] Lihat Qs. al-Anbiyâ` ayat 87. [6] Shahîh. HR al-Bukhâri no. 3282, 6048, 6115, Muslim no. 2610. Penafsiran ucapan “Aku bukan orang gila” silakan lihat Fat-hul Bâri X/467. [7] Shahîh. HR Ahmad V/152, Abu Dawud no. 4782, dan Ibnu Hibban no. 5688 dari Sahabat Abu Dzarr Radhiyallahu anhu. [8] Shahîh. HR Ahmad I/239, 283, 365, al-Bukhâri dalam al-Adabul Mufrad no. 245, 1320, al-Bazzar no. 152- Kasyful Astâr dari Sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma. Hadits ini dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîh al-Jâmi’ish-Shaghîr no. 693 dan Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah no. 1375. [9] Shahîh. HR al-Bukhâri no. 6114 dan Muslim no. 2609 dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. [10] Lihat Fat-hul-Bâri X/518. [11] Hasan. HR Ahmad III/440, Abu Dawud no. 4777, at-Tirmidzi no. 2021, dan Ibnu Majah no. 4286 dari Sahabat Mu’adz bin Anas al-Juhani Radhiyallahu anhu. Dihasankan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr no. 6522. [12] Shahîh. HR ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausath no. 2374 dari Sahabat Abu Darda Radhiyallahu anhu. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr no. 7374 dan Shahîh at-Targhîb wat-Tarhîb no. 2749. [13] Shahîh. HR Muslim no. 746, Ahmad VI/54, 91, 111, 188, 216, an-Nasâ`i III/199-200, Ibnu Majah no. 2333, dan ad-Darimi I/345-346. [14] Shahîh. HR al-Bukhâri no. 6102 dan Muslim no. 2320. [15] Shahîh. HR al-Bukhâri no. 3150, 4336 dan Muslim no. 1062. [16] Shahîh. HR al-Bukhâri no. 5954, 6109 dan Muslim no. 2107 91. [17] Shahîh. HR Muslim no. 466 dari Abu Mas’ud al-Anshari Radhiyallahu anhu. [18] Shahîh. HR Mâlik dalam al-Muwaththa I/194, al-Bukhâri no. 406, 753, 1213, 6111, Muslim no. 547, Abu Dawud no. 479, dan an-Nasâ`i II/51 dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma. Diriwayatkan pula oleh al-Bukhâri no. 405, 413 dan Muslim no. 551 dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu. Diriwayatkan pula oleh al-Bukhâri no. 408, 409 dan Muslim no. 548 dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. [19] Shahîh. HR Ahmad IV/264, an-Nasâ`i III/54-55, dan Ibnu Hibban no. 1968 –at-Ta’lîqâtul Hisân dari Ammar bin Yasir Radhiyallahu anhuma [20] Shahîh. HR. Muslim no. 3009. [21] Shahîh. HR al-Bukhâri no. 6361, Muslim no. 2601, dan Ibnu Hibban no. 6481-6482 –at-Ta’lîqâtul Hisân dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. [22] Lihat Jâmi’ul Ulûm wal-Hikam I/375. [23] Shahîh. HR. Abu Dawud no. 2197 dan ad-Daraquthni IV/13-14, no. 3862. [24] Lihat Jâmi’ul Ulûm wal-Hikam, I/377. [25] Ada riwayat tentang hal ini tetapi riwayatnya dha’if. Jakarta - Salah satu perbuatan yang merugikan diri sendiri dan orang lain adalah marah. Orang yang tidak bisa menahan amarahnya termasuk orang yang rugi. Begitupun sebaliknya, orang yang menahan amarahnya akan mendapat banyak dapat disebabkan faktor internal dan eksternal. Periset Dr Molly Crockett dari University of Cambridge menjelaskan, fluktuasi kadar hormon serotonin dalam otak mempengaruhi respons seseorang dalam mengatur Islam, marah adalah perbuatan yang dilarang karena dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Al Quran dan hadits menganjurkan umat Islam untuk senantiasa menahan SWT berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 133-134 sebagai berikutوَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ 133 ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ 134Arab latin 133. Wa sāri'ū ilā magfiratim mir rabbikum wa jannatin 'arḍuhas-samāwātu wal-arḍu u'iddat lil-muttaqīn. 134. Allażīna yunfiqụna fis-sarrā`i waḍ-ḍarrā`i wal-kāẓimīnal-gaiẓa wal-'āfīna 'anin-nās, wallāhu yuḥibbul-muḥsinīnArtinya "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan."Dalam haditsnya Rasulullah SAW menyampaikan, orang yang kuat bukanlah orang yang jago gulat. Namun orang yang mampu menahan أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، قال "لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرُعة، وَلَكِنَّ الشَّدِيدَ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ".Artinya "Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Saw. yang telah bersabda Orang yang kuat itu bukanlah karena jago gulat, tetapi orang kuat ialah orang yang dapat menahan dirinya di kala sedang marah." HR Bukhari dan Muslim.Ada banyak kisah dari Rasulullah dalam menahan amarah yang dapat diteladani. Suatu ketika beliau dicaci pengemis tunanetra yang dia suapi makanan, namun Rasulullah SAW sama sekali tidak marah dalam Al Quran, dalam beberapa hadits Nabi SAW, telah dijelaskan tentang larangan marah dan keutamaan orang yang mampu menahan amarah. Berikut hadits larangan marah yang perlu dipahami umat Islam1. Dari Abu Hurairah RAعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِيْ ، قَالَ لَا تَغْضَبْ . فَرَدَّدَ مِرَارًا ؛ قَالَ لَا تَغْضَبْ . رَوَاهُ الْبُخَارِيُّArtinya "Dari Abu Hurairah RA bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW, "Berilah wasiat kepadaku." Sabda Nabi SAW "Janganlah engkau mudah marah." Maka diulanginya permintaan itu beberapa kali. Sabda beliau, "Janganlah engkau mudah marah." HR Bukhari.2. Dari Abu Darda RARasulullah SAW bersabdaلاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُArtinya "Jangan kamu marah, maka kamu akan masuk Surga." HR Ath-Thabrani.3. Dari Ibnu 'Abbas RARasulullah SAW bersabdaإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ "Apabila seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam." HR Ahmad dan Bukhari.4. Dari Mu'adz bin Anas Al-Juhani RARasulullah SAW bersabdaمَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ مَا "Barangsiapa menahan amarah padahal ia mampu melakukannya, pada hari Kiamat Allah akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk, kemudian Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang ia sukai." HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah.Sahabat hikmah, marah termasuk godaan yang datang dari setan. Untuk itu, Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk berlindung kepada-Nya dari godaan setan. Sebagaima termaktub dalam QS. Al A'raf ayat 200 sebagai berikutوَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚإِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ"Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Maha Mengetahui." Simak Video "Lempar Berkas, Surya Darmadi Marah Jelang Vonis Korupsi Rp 86 T" [GambasVideo 20detik] row/row

janganlah engkau marah maka bagimu surga